Tugas Individu
OLEH ERA GUSNITA
BAB I
PENDAHULUAN
Pada masyarakat, umumnya para orang tua biasanya ingin melihat anaknya menjadi orang yang sukses, yang berguna bagi masyarakat, nusa, dan bangsa. Karena itu adalah impian tiap para orang tua dan anak-ankanya. Tapi untuk mencapai proses tersebut, maka harus melalui dan mencapai jenjang status pendidikan, yang terbentuk dari tingkatan yang rendah ketingkatan yang lebih tinggi. Agar cita-cita tersebut bisa dicapai, dan harus mengorbankan segala sesuatu termasuk harta benda demi terwujudnya impian tersebut, denga berbagai carapun dilakukannya.
Disini pada kita lihat dalam daerah tertentu, termasuk salah satunya didaerah tempat tinngal saya khususnya di daerah Pasaman, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, para orang tua umumnya banyak melakukan pengorbanan demi pendidikan anak-anaknya agar bisa bersekolah. Pengorbaban tersebut salah satunya yang sering saya lihat adalah dengan cara menggadaikan sawahnya atau menggadaikan lahan pertanian lainnya. Mengapa harus sawah yang digadaikan? Karena pada umumnya didaerah Pasaman masyarakatnya adalah bermata pencaharian petani. Maka para orang tua harus melakuakan penggadain syariah menurut islam. Penggadaian syariah pun sangat berguna bagi orang tua yg sangat kesulitan dalam hal membiayai kebutuhan sekolah anak, ini tidak main -main. Penggadaian ini mempunyai perhitungan yg sangat beda dengan penggadaian konvensional terutama dalam administrasi dan bunga bila belum bayar lunas/perpanjangan waktu .Karena masalah pendidikan adalah tanggung jawab orang tua secara mutlak, namun kenyataan biaya yang harus dikeluarkan sangat tinggi bahkan di luar income yang diterima, pegadaian memberi bantuan tapi kalau ada pembebanan biaya adm yang lainya sah sekalipun kurang etis, karena telah tersa terbantu, asalkan tidak melebihi kuota bunga bank konvensional atau bahkan ada kecendrungan bunga berbunga. Tapi, didaerah saya lebih banyak menggadaikan sawahnya. Disini penulis akan membahas tentang apakah penggadaian syariah itu menurut islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Sepintas terlihat bahwa kegiatan yang dilakukan oleh Perum Pegadaian adalah memberikan pertolongan kepada mereka-mereka yang mengalami kesulitan keuangan untuk menyekolahkan anak-anaknya. Tujuan utama dari didirikannya Perum Pegadaian adalah untuk melakukan kegiatan usaha berupa penyediaan fasilitas pinjaman dengan sistem gadai, yang terutamanya ditujukan bagi masyarakat golongan menengah kebawah agar terhindar dari praktek pinjaman uang dengan bunga yang tidak wajar. Disini akan dibahas penggadaian menurut syariat islam, diantaranya adalah:
1. Cara mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi
2. Cara proses pelaksanaan pegadaian yang baik menurut syariah islam
3. Pendapat penulis tentang pegadaian
Sebelum kita masuk kedalam pembahasan tersebut, marilah kita lihat dulu apakah itu pegadaian? Pegadaian dalam Fiqh Islam dikenal istilah rahn atau gadai. Pegadaian merupakan sebuah lembaga keuangan formal yang bertugas menyalurkan pembiayaan dengan bentuk pemberian uang pinjaman kepada masyarakat yang membutuhkan. Pada kenyataannya lembaga pegadaian di Indonesia dewasa ini belum terlepas dari berbagai persoalan. Sedangkan tujuan utama dari didirikannya Perum Pegadaian adalah untuk melakukan kegiatan usaha berupa penyediaan fasilitas pinjaman dengan sistem gadai, yang terutamanya ditujukan bagi masyarakat golongan menengah kebawah agar terhindar dari praktek pinjaman uang dengan bunga yang tidak wajar.
- Cara mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi
Banyak kita lihat bahwa cara untuk mengatasi keuangan tersebut adalah dengan cara megadaikan sawahnya. Dalam hal ni dialakukan dengan cara sawah tersebut hanya digadaikan untuk sementara. Maksudnya pemilik sawah atau sipenggadai hanya menggadaikan sawahnya sementara saja atau tidak untuk slamanya. Disini dijelaskan bahwa sawah yang digadaikan hanya dipakai oleh sipenerima lahan selama sipenggadai bisa melunasi uang yang dipinjamnya tersebut. Misalnya, uang sangat dibutuhkan sekali yaitu sebanyak Rp8.000.000 maka selama penggadai bisa melunasi jumlah uang yang Rp8.000.000 tersebut maka setelah lunas, sawah tersebut barulah menjadi milik pegadai dengan sepenuhnya. Tapi kalau penggadai belum bisa melunasi uang tersebut, maka sawahnya tidak bisa dipakainya lagi sebelum uang tersebut dilunasi walaupun sudah bertahun-tahun. Dan pengembalian lahanpun kepada sipemilik, tergantung kepada sipenggadai, selama ia bisa melunasi uang itu, dan apabila tidak bisa melunasinya maka sawah tersebut tidak bisa dipakainya.
Cara pengembalian uangpun harus sesuai dengan jumlah uang yang dipinjam. Maksudnya untuk melunasi uang tersebut tidak bisa diangsur-angsur, misalnya jumlah uang yang Rp8.000.000 tersebut harus dilunasi sebanyak itu juga dan tidak bisa diangsur secara bertahap, tapi harus dilunasi secara keseluruhan. Sedangkan pengembaliannya pun harus dilakukan penyerah terimaan antara pihak I dan pihak ke II, yang pertanda bahwa lahan tersebut sudah sah menjadi pihak yang I kembali yang disebut dengan si penggadai.
- Cara proses pelaksanaan pegadaian menurut syariat islam
Cara pegadaian harus dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan yang islami.Dengan pegadaian sawah tersebut antara pemilik sawah dengan orang yang akan menerima pegadaian harus adanya pengucapan lafaz yang dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para pihak. Selain itu, adanya pemberi dan penerima gadai, pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Harus pula ada barang yang digadaikan, barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada di bawah penguasaan penerima gadai.
Pegadaian dalam perspektif islam adalah: Islam mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong-menolong dengan berdasarkan pada rasa tenggung jawab bersama, jamin-menjamin, dan tanggung-menanggung dalam hidup bermasyarakat. Begitu juga halnya dalam memberikan pinjaman uang kepada orang lain yang amat membutuhkan, tetapi dengan dibebani kewajiban tambahan dalam membayarkannya kembali sebagai imbalan jangka waktuyangtelahdiberikanmemberatkanpihakpeminjam.
Syarat sahnya pegadaian ada empat, yaitu :
1. Sehat pikirannya
2. Dewasa
3. Barang yang digadaikan telah ada pada waktu gadai
4. Barang gadai bisa diserahkan dipegang oleh penggadai
Sedangkan hukum pegadain dalam islam adalah adanya pserjanjian gadai itu dibenarkan oleh Islam, berdasarkan :
Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah ayat 283 :
Artinya : “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh penggadai). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.
Dan ijma ulama atas hukum pegadaian ialah mubah (boleh) perjanjian gadai. Perjanjian mereka sedikit berbeda pendapat tentang : “apakah gadai itu hanya dibolehkan dalam keadaan berpergian saja, atau bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja?” madzhab Dzahiri, Mujahid dan Al-Dhahak hanya boleh gadai pada berpergian saja, berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 283 diatas, sedangkan jumhur (kebanyakan ulama) membolehkan gadai pada waktu berpergian dan juga berada ditempat tinggalnya. Berdasarkan praktek Nabi sendiri yang melakukan gadai pada waktu nabi berada di Madinah, sedangkan ayat yang mengaitkan gadai dengan berpergian itu tidak dimaksudkan sebagai syarat sahnya gadai, melainkan hanya menunjukkan bahwa gadai itu pada umumnya dilakukan pada waktu sedang berpergian (pada waktu itu).
.Transaksi gadai menurut Islam diatur dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad. Dan ketiga sumber hukum tersebut disajikan dasar hukum sebagai berikut:
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283. Inti dari dua ayat tersebut adalah: “Apabila kamu bermu’amalah tidak secara tuni untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskan, yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau satu seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan”.
2. As-Sunnah : Dalam hadist berasal dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang, sebagai tanggungan atas utangnya itu Nabi Muhammad SAW menyerahkan baju besinya (HR. Bukhari).
3. Ijtihad : Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan Ijtihad.
1. Al-Qur’an : Ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah Q.S Al-Baqarah ayat 282 dan 283. Inti dari dua ayat tersebut adalah: “Apabila kamu bermu’amalah tidak secara tuni untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskan, yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau satu seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi perempuan”.
2. As-Sunnah : Dalam hadist berasal dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang, sebagai tanggungan atas utangnya itu Nabi Muhammad SAW menyerahkan baju besinya (HR. Bukhari).
3. Ijtihad : Berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist di atas menunjukkan bahwa transaksi atau perjanjian gadai dibenarkan dalam Islam bahkan Nabi Muhammad SAW pernah melakukannya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam dengan melakukan Ijtihad.
Gadai secara hukumnya dibolehkan asalkan tidak terkandung unsur-unsur ribawi. Bahkan beberapa kali tercatat Rasulullah SAW mengadaikan harta bendanya.ssRasulullah pernah ditanya tentang seseorang menggadaikan kambingnya, bolehkah kambingnya diperah. Nabi mengizinkan, sekadar untuk menutup biaya pemeliharaan. Artinya, Rasullullah mengizinkan kita mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan untuk menutup biaya pemeliharaan. Biaya pemeliharaan itulah yang kemudian dijadikan dasar ijtihad para pakar keuangan syariah, sehingga gadai atau rahn ini menjadi produk keuangan syariah yang cukup menjanjikan.
Pemanfaatan barang gadai dasarnya dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh pemilik barang maupun oleh penggadai, kecuali apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang bersangkutan. Penggadai hanya berhak menahan barang gadai, tetapi tidak berhak menggunakan atau memanfaatkan hasilnya, sebagaimana pemilik barang gadai yang tidak berhak menggunakan barangnya itu, tetapi sebagai pemilik apabila barang gadainya itu mengeluarkan hasil maka hasil itu menjadi miliknya.
Karena itu diusahakan di dalam perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai minta diizinkan memanfaatkan barang gadai itu, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi (mubazir).
Perlu dicatat, bahwa kebanyakan ulama tidak membolehkan penggadai memanfaatkan barang gadai sekalipun pemiliknya mengizinkannya sebav termasuk riba yang dilarang oleh Islam berdasarkan hadits nabi :
Artinya “Semua pinjaman yang menarik manfaat adalah riba (Hadits riwayat Al-Harits dari Ali)”.
Dalam prakteknya, gadai secara syariah ini memilikibeberapa unsur:
1. Ar-Rahin
Yaitu orang yang menggadaikan barang atau meminjam uang dengan jaminan barang
2. Al-Murtahin
Yaitu orang yang menerima barang yang digadaikan atau yang meminjamkan uangnya.
3. Al-Marhun/ Ar-Rah
Yaitu barang yang digadaikan atau dipinjamkan
4. Al-Marhun bihi
Yaitu uang dipinjamkan lantaran ada barang yang digadaikan.
.Sedangkan dalam praktek gadai, ada beberapa rukun yang menjadi kerangka penegaknya. Dintaranya adalah :
1. Al-''Aqdu yaitu akad atau kesepaktan untuk melakukan transaksi rahn Sedangkan yang termasuk rukun rahn
2. Adanya Lafaz yaitu pernyataan adanya perjanjian gadai. Lafaz dapat saja dilakukan secara tertulis maupun lisan, yang penting di dalamnya terkandung maksud adanya perjanjian gadai di antara para pihak.
3. Adanya pemberi dan penerima gadai
Pemberi dan penerima gadai haruslah orang yang berakal dan balig sehingga dapat dianggap cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum sesuai dengan ketentuan syari’at Islam.
4. Adanya barang yang digadaikan
Barang yang digadaikan harus ada pada saat dilakukan perjanjian gadai dan barang itu adalah milik si pemberi gadai, barang gadaian itu kemudian berada di bawah pengasaan penerima gadai.
5. Adanya Hutang
Hutang yang terjadi haruslah bersifat tetap, tidak berubah dengan tambahan bunga atau mengandung unsur riba.
C. Pendapat penulis tentang pegadaian
Disini saya sebagai penulis juga sangat setuju dengan diadakannya pegadaian karena sangat berguna bagi orang tua yg sangat kesulitan dalam hal membiayai kebutuhan sekolah anak, ini tidak main -main. Penggadaian ini mempunyai perhitungan yang sangat beda dengan penggadaian konvensional terutama dalam administrasi dan bunga bila belum bayar lunas/perpanjangan waktu. Karena masalah pendidikan adalah tanggung jawab orang tua secara mutlak, namun kenyataan biaya yang harus dikeluarkan sangat tinggi bahkan di luar income yang diterima.
Dengan adanya pegadaian, akan memberi bantuan pembebanan biaya administrasi, karena kita telah terbantu, asalkan tidak melebihi kuota bunga bank konvensional atau bahkan ada kecendrungan bunga berbunga dan yang tidak lupa adalah sesuai dengan syariat islam.
BAB III
PENUTUP
. Dari pembahasan diatas dapatlah kita tarik sebuah kesimpulan bahwa penggadaian adalah sebuah perjanjian pinjam-meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan hutang. Perjanjian gadai itu dibenarkan oleh Islam.
Dan menurut Hanafi, penggadai itu boleh memanfaatkan barang gadai atas seizin pemiliknya, sebab pemilik barang ini mengizinkan kepada siapa saja yang dikehendaki termasuk penggadai untuk mengambil manfaat barangnya.
Dan menurut Ahmad Azhar Basyir, hukum Islam tentang riba, maka kebanyakan ulama itu tidak boleh penggadai memanfaatkan barang gadai sekalipun pmiliknya mengizinkannya, sebab termasuk riba yang dilarang oleh Islam.
Sebaiknya fasilitas pegadaian syariah disalurkan hanya untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang produktif yang dijalankan oleh pengusaha-pengusaha yang termasuk golongan menengah ke bawah. Fasilitas pegadaian syariah sebaiknya tidak disalurkan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan seperti membayar biaya sekolah, biaya pengobatan/perawatan rumah sakit dan peruntukan lain yang sejenis. Tapi pada daerah saya lebih banyak digunakan untuk pembayaran biaya sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Basyir, Ahmad Azhar. 1983. Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai. Bandung: Al-Ma’arif.
Yusuf, Muhammad. 2000. “Pegadaian Konvensional Dalam Perspektif Hukum Islam”. Skripsi. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah.
http://www.ustsarwat.com/search.php?id=1169391524.S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar